Showing posts with label Sastra. Show all posts

Partikel Terkecil Bahagia

Halo, hujan
Terimakasih telah datang lagi
Terimakasih telah setia mengiringi sendu malam ini

Dalam keheningan ini, setiap rintikmu hadirkan tanya
Mengapa langit bisa lebih ceria setelah kelam karena hadirmu?
Apa karena langit sudah puas memaki?

Setiap denting yang berbunyi seolah wakili rasa
Jauh didalam sana, kudengar dia berteriak
Dia ingin memaki agar bisa seperti langit
Namun dia lebih menyukaimu, hujan
Dia lebih suka untuk berbaur denganmu
Memerintahkan semua komponennya untuk menyerupaimu
Mengharapkan ketenangan yang biasanya kau berikan

Dia begitu rapuh
Tapi dia tau, yang terkadang buatnya rapuh adalah juga sumber energinya
Dia juga sadar, tak semua mau mengikuti skenarionya

Lihatlah dia
Tersedu sendiri tanpa suara
Berkata pun dia tak bisa

Lihatlah dia
Tanpa jeda memikirkannya
Setiap asa ingin diraih bersamanya
Bahkan saat berdialog dengan-Nya tak pernah terlupa

Lalu, bagaimana?
Bukankah luka adalah partikel terkecil dari bahagia?

Molekul Hujan

Malam ini, molekul-molekul hujan seakan menusuk raga
Pun menyelinap ke kalbu
Sama seperti dingin yang tersisa dari molekul hujan
Seperti itulah pedih yang tersisa
Walau tak tampak, tapi sangat terasa

Kau tahu, hujan?
Lama ku tak menyapamu.
Selama itulah kurasa bahagia
Kau tau? Merasa bahagia sama seperti terlihat bahagia
Jika terlihat bahagia adalah masalah hati dan pandangan orang lain
Merasa bahagia adalah antara pikiran dan hati

Apa kau tahu?
Seringkali kau mengiringi rerintik diwajahku
Terkadang kurasa sesak, seolah ku berteriak tanpa suara
Sama seperti malam ini, bersama hembusan angin malam yang dingin
Hati ini terasa membeku


Banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan tapi tak bisa
Ada rasa yang ingin kusampaikan tapi seketika lidahku kaku

Kau tahu, hujan?
Aku hanya tak suka diabaikan
Aku hanya tak suka jika aku terlalu membuatmu sebagai prioritasku, tapi kau malah tak peduli
Aku hanya tak suka saat aku ingin memakimu, tapi aku tak pernah mampu

Kau tahu?
Kurasa hanya aku yang merasa semua berjalan sesuai dengan yang kupikirkan
Lihatlah
Saat inipun aku masih menunggu kau turun kembali.


Hai, Sunyi

hai sunyi
kau yang selalu ajarkanku untuk tenang
kau yang selalu buatku bisa sejenak berpikir
tapi kau juga yang buatku terkadang tak bisa lagi memikirkan apapun

hai sunyi
dulu kupikir dengan bertutur denganmu, setidaknya hatiku sedikit tenang
dan ya, itu terjadi untuk beberapa ratus detik saja

Kau tau?
Dulu dari tengah keramaian ku malah mencarimu
mungkin sekarang ku merindukan keramaian
mereka yang selalu ada menyaksikan rerintik yang jatuh saatku rapuh

Atau ku malah membutuhkan tempat yang lebih nyaman untukmu?
Menikmatimu sendiri?
Atau bersama seseorang yang biasa kuajak bertutur denganmu?

Hai Sunyi
Akhir" ini kau benar" tidak membantu
Kau malah buatku semakin rapuh
Terkadang, ku seakan sangat terluka
Beberapa hal seperti menusuk tepat di telaganya
Bahkan hal yang mungkin sebenarnya tidak terjadi

Apa menurutmu aku terlalu khawatir?
Kau tahu bukan, aku memang selalu khawatir, bahkan pada hal terkecil sekalipun
Tapi kali ini -- juga beberapa waktu lalu, terasa sangat perih
Semuanya hanya bisa tersimpan disana
Tanpa bisa mengatakan apapun

Aksara tak terarah

Malam ini disela gundahku
Ku sempatkan jemariku tuk tuliskan rangkaian aksara
Yang kutahu tak berarah
Tapi sedikit tenangkan jiwa

Malam ini, kutahu hujan tak bersamaku
Dia tak turun 'tuk sejukkanku
Dia juga tak kirimkan suara rerintiknya 'tuk tenangkanku
Kau tahu? Aku merindukanmu
Merindukan suaramu, merindukan ketenangan yang kau ciptakan

Malam ini, bulir-bulir itu turun dari peraduannya yang lain
Tak dapat terbendung lagi
Bersama turunnya bulir-bulir itu, ada rasa yang sulit diutarakan
Rasa yang sama, seperti sebelumnya
Rasa yang sama, seperti yang kau ketahui, tentunya

Kau tahu? 
Saat kucoba untuk tak memikirkanmu
Yang terjadi adalah aku semakin memikirkanmu
Daya khayalku pun semakin tinggi saat itu
Kau tahu?
Aku terlalu terbiasa denganmu
Setiap aktivitasku secara tak sengaja, selalu kukaitkan dengan dirimu
Setiap ceritaku, selalu terselip namamu
Bahkan menyebut namamu dalam setiap tuturku kepada-Nya bahkan sudah menjadi rutinitasku

Malam ini, bahkan semilir angin tak menyapaku
Hanya sunyi yang setia bersamaku saat ini
Tapi kau harusnya tahu
Aku tak pernah benar-benar merasa sunyi
Saatku memikirkanmu

-LC21-

Hujan tak sejukkan

Saat ini diluar sana sedang berjatuhan reruntuhan dari langit. Setiap bulir-bulir yang mencoba sejukkan hati. Tapi mengapa? Tak ada rasa sejuk yang terasa, hanya kesunyian. Namun sungguh ku tak pernah bosan mendengar suara denting-dentingnya yang indah. Denting-denting yang seolah mengiringi tarian imajinasi yang kian meliar.

Mengapa selalu hujan? Karena aku tak pernah bosan. Sama seperti aku yang tak pernah bosan memandangimu, seperti itulah aku tak pernah bosan memandang hujan. Sama seperti aku yang tak pernah bosan mendengar suaramu, seperti itulah aku selalu tenang mendengar suara denting hujan. Dan bagiku, kaupun selalu datangkan bahagia seperti hujan yang datangkan pelangi.

Kau tahu? Hujan malam ini tak menyejukkanku. Kau tahu kenapa? Karena aku merasa seolah dia tak ingin bertutur denganku. Dia hanya berjatuhan seperti itu saja, tanpa peduli apa yang kurasakan. Tidak seperti biasanya, ia selalu menyapaku dan menyesuaikan alunan dentingnya dengan suasana hatiku.
Dan kau tahu? Begitulah aku merasakan hadirmu. Meskipun dapat kurasakan hadirmu didekatku, tapi itu sama sekali tak berarti saat aku bahkan tak berani menatap matamu.

Kau tahu, kasih? Seperti petir yang tiba-tiba hadir ditengah sejuknya hujan, seperti itulah hatiku yang tiba-tiba runtuh saat kau tak ingin bertutur denganku. Aku tak pernah ingin reruntuhan itu terus bertambah sehingga ku selalu membangunnya agar utuh kembali.

Kau tahu, kasih? Aku tak pernah lupa menyebut namamu saat bertutur denganNya. Di benakku tak pernah sedikitpun terbesit akan jalani hari tanpamu. Bahkan ku ingin kau yang selalu hadir dalam setiap imajinasi terliarku.

Dengar aku, kasih. kumohon mengertilah aku adalah seseorang yang selalu menunggumu. Aku adalah seseorang yang tak pernah dengan sengaja ingin menggoreskan luka dihatimu. Aku adalah orang asing yang tiba-tiba hadir dihidupmu dan berharap akan mewujudkan satu persatu imajinasiku. Aku, adalah orang yang selalu berharap apa yang kita harapkan akan benar-benar terjadi.

-LC21-

Tentang Kau dan Hujan

Ada sebuah rasa di telaganya yang sulit didefinisikan, ingin sekali diungkapkan namun tak pernah sanggup terucap. Lidah seketika kaku, dan jari seketika membeku saat diharapkan bisa menjadi perantara rasa itu.

Kau tahu? sama seperti tanah yang selalu merindukan hujan, seperti itulah aku yang selalu merindumu.

Kau tahu mengapa aku selalu setia pada hujan dalam setiap syairku? Karena hujan tak penah jera terjatuh hanya untuk bertemu tanah. Pun dia tak pernah merasa sakit untuk kita bisa nikmati indahnya pelangi.

Dan, kau tahu mengapa aku mencintai hujan? Karena hujan membuatku tersadar, walau sering dikutuk, dia tetap selalu menyejukkan. Dan yang harus kau tahu, akan lebih menyejukkan bila ada didekatmu.

Aku memang bukan ahli dalam merangkai aksara. Tapi setidaknya kali ini aku ingin membiarkan setitik cahaya di telaga kalbuku, menyeberang ke telaga kalbumu untuk saling berbicara tentang apa yang masing-masing rasakan.

Kumohon dengarkanlah, tak mudah menjaga rerintik hujan itu agar tetap diperaduannya. Bahkan setiap rintiknya, penuh dengan semua hal tentangmu. Kau tahu? Aku selalu bertutur pada-Nya agar selalu bisa merasakan kesejukan setiap bersamamu.

-LC21-

Dibalik Rangkaian Aksara

Dibalik Rangkaian Aksara
Oleh : Deta Oktariani

Bukan satu atau dua kali
Rerintik kristal itu jatuh
Dan lenyap bersama halusnya usapan jemari
Dibalik rangkaian aksara yang telah tertata
Hilangkan gejolak yang sebenarnya

Kutahu itu, pancaran mata yang tak bisa pungkiri
Sesuatu yang sama dari dua telaga hati
Milikmu, juga milikku
Ah, Untuk apa?
Bagiku, hal tentangmu lebih penting dari itu semua

Aku tak kuasa menerawang pikiranmu
Hingga saat kristal itu jatuh karenamu
Pernahkah kau pahami?
Ah sudahlah, biarkan denting-denting waktu sampaikan
Nanti, saat ku tak lagi mahir merangkai aksara




Bengkulu, 25 Januari 2015

Surat Untuk Pemimpin Bangsa

Yang Terhormat,
Pemimpin Bangsa Indonesia
di Tempat

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
            Salam untuk bapak yang telah memimpin negeri ini. Semoga keselamatan, kesehatan, dan berkah selalu mengiringi bapak agar senantiasa memimpin bangsa ini dengan setulus hati.
            Pemimpin bangsa kami hormati, saya hanyalah segelintir dari serpihan negeri yang berusaha mewakili aspirasi dari rakyat Indonesia. Tentu semua rakyat Indonesia menginginkan hal yang sama seperti saya yaitu mencapai cita cita negara “melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” sesuai dengan teks pembukaan UUD 1945. Tetapi sepertinya belum satupun yang tercapai seutuhnya. Kemerdekaan tahun 1945 merupakan jembatan emas bagi rakyat Indonesia. Tapi apakah hanya sebatas itu? Saya sering sekali mendengar kalimat “mau bagaimanapun, ya beginilah negara ini. Tidak akan pernah maju.” Pak, saya sebagai seorang mahasiswi hanya mampu menyampaikan ini semua kepada yang lebih punya kuasa daripada saya. Saya sangat berharap pernyataan-pernyataan itu dapat dipatahkan secepatnya.
            Pemimpin negeri yang kami hormati, saya seringkali mengamati tentang keadaan negara kita. Sepertinya tindak hukum di negara ini sangat tegas. Ya, sangat tegas terhadap kaum lemah, rakyat kecil. Tetapi ketegasan itu sirna ketika yang dihadapi adalah seorang petinggi negara, ataupun seorang lain yang mempunyai kekuasaan. Bukankah seharusnya setiap rakyat Indonesia memiliki kedudukan yang sama dimata hukum? Tetapi sepertinya, yang kami pelajari dibangku sekolah selama ini hanyalah sebatas sebuah teori. Saat mereka yang berkuasa sedang dalam proses hukum, tindak hukum seketika lemah. Kasus tak diusut tegas bahkan rata-rata hilang seiring berjalannya waktu. Malah yang saya lihat, media lebih gesit mencari titik terang dari permasalahan dibandingkan penegak hukum sendiri. Sayangnya, media saat ini sudah tak lagi jernih. Sudah ikut bermain dengan politik. Mirisnya lagi, penegak hukum itu sendiri terlibat dalam kasus-kasus yang terjadi.
            Pemimpin yang bijaksana, faktor penentu utama itu semua adalah sumber daya manusia di Indonesia ini sendiri. Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak. Dengan penduduk yang begitu banyak dan dengan keragaman penduduk di Indonesia, sepantasnyalah bisa dimanfaatkan untuk memajukan negeri ini. Jika minimal 70% sumber daya manusia memiliki kualitas yang tinggi, tentulah negara ini akan maju. Tapi sayangnya, untuk mencapai angka tersebut sangat sulit di Indonesia. Jangankan untuk menempa SDM agar memiliki skill khusus, yang sudah memiliki skill saja tak dihargai di Indonesia. Negara lain malah lebih mengapresiasi prestasi anak bangsa dibandingkan negara ini sendiri. Akhirnya, prestasi tersebut dimanfaatkan negara lain atas nama negara mereka. Anak-anak yang putus sekolah karena kurangnya biaya, tak bisa melakukan apa-apa kecuali mengikuti alur hidupnya sendiri.
            Pemimpin negeri yang selalu kami hormati, pertanyaan dan pernyataan yang tampak berkelit tersebut telah menoreh tanya besar didalam benak kami, warga Indonesia. Kami sangat berharap bapak bersedia untuk memperbaiki penjalanan sistem yang sudah tersusun rapi di Indonesia. Kami berharap petinggi yang di kursi mewah sana, tidak menyalahgunakan kursi istimewa tersebut untuk menyengsarakan bangsa ini.
            Terakhir, saya mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyampaian saya disurat ini. Saya harap, aspirasi kami ini dapat dipertimbangkan untuk Indonesia yang lebih maju. Atas perhatian bapak saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum waramatullahiwabarakatuh


Hormat saya,


Rakyat kecil Indonesia

Puisi : Elegi Waktu

Elegi Waktu
Oleh : Deta Oktariani



Malam ini hening menyekapku
Buatku terdampar ke pengasingan sanubari
Telaga kelam dengan setitik cahaya
Kecil, tapi cukup menerangi


Aku bertutur dengan sunyi
Masih tentang sesuatu
Yang juga kuperbincangkan dengan sang waktu
Bahkan dengan Sang pemilik waktu


Duhai waktu
Beriku sedikit saja darimu
Untuk teriakkan rasa yang tak pernah meredam
Yang selama ini kuteriakkan
Tanpa pernah mampu menembus batas telaga kalbu


Bengkulu, 09 Oktober 2014

Puisi : Rintik Halus

Rintik Halus
Oleh : Deta Oktariani

Dengarkanlah
Rintik haluskah yang buatmu gundah?
Aku tahu, pasti sesuatu di balik itu

Pertanyaan berkelit di tengah renyuhnya hati
Mengapa hati tak pernah seiring dengan raga?
Saat raga terasa sejuk dengan hadirnya rintik halus itu
Hati malah berharap rintik halus itu segera lenyap

Salahkah bila hati tiba tiba gentar?
Salahkah bila rasa sulit di tafsirkan?
Saat hati mulai bertanya
Mengapa hadirnya rintik halus itu selalu buat hatiku gundah?

Ah! Aku pemiliknya pun tak pernah tahu!

Puisi : Malaikat Dibalik Hujan

Malaikat Dibalik Hujan
Oleh : Deta Oktariani


Dikala itu hujan mendekapku
Melalui setiap bulir-bulirnya yang merajam
Yang selalu resahkan jiwa, sejukkan raga
Seolah yang dirasa, menentang keadaan yang sebenarnya

Dibalik bulir-bulir itu, kulihat bayangan semu
Mereka bilang, makhluk sepertimu itu 'malaikat tanpa sayap'
Selalu sinari resahku, sejukkan kalbuku
Sebagian menyebut makhluk sepertimu 'sahabat'
Tanpa henti lukiskan tawa dihariku

Kala ini, kau seperti tenggelam di dasar samudera
Yang ikut mengalir bersama setiap bulir hujan
Tanpa arah, tanpa tujuan
Kumulai simpulkan arti malaikat tanpa sayap
Datang, hadir, dan pergi sesukanya

Dengar aku, pelukis tawaku
Takkan pernah kuhapus dirimu dari memorian indah dulu
Tak peduli seberapa meresahkannya hujan, aku takkan pernah memakinya
Setidaknya, dibawah langit yang sama, kita kan tetap rasakan hujan yang sama :)

Bengkulu, 15 Juli 2014

naskah Drama Pangeran yang Tertidur

NASKAH DRAMA PANGERAN YANG TERTIDUR

CREATED BY :
Arga Panggeli
Derie Erawan
Deta Oktariani
Dimas Agung Pratama
Lia Christina Gultom
M. Rio Wardhana
Ratna Juwita
Rizky Dianto
Rouli Gultom
Vanny Ambar Wati


        Di sebuah Negeri yang jauh disana.. jauh dari jangkauan mata, jauh dari jangkauan pemikiran.. berdirilah sebuah kerajaan yang terdiri dari penghuni- penghuninya.. Negeri TANPANAMA. Itulah nama Negeri yang di pimpin oleh seorang raja yang sangat arif dan bijaksana. Tapi sayangnya, raja sudah memasuki masa tuanya..

BABAK 1
ADEGAN 1
Raja           : Anakku.. Anakku.. Uhuk uhuk
Pangeran    : ada apa ayahanda?
Raja           : Rasanya, ayahmu ini sudah tidak sanggup memerintah negeri ini (uhuk uhuk) umurku bisa dikatakan tinggal menghitung hari lagi. Seluruh tubuhku sudah lemas. Aku sangat berharap kau dapat menggantikan tahtaku ini anakku.
Pangeran         : aku akan berusaha untuk negeri ini ayah.
Raja                 : aku percaya padamu anakku ( meninggalkan pangeran)
Pangeran         : umurku masih muda. Sejujurnya aku belum siap memerintah negeri yang besar ini. Tapi, aku tak mungkin mengecewakan ayahku. Aku juga tak mungkin membiarkan negeri ini dalam keadaan terbengkalai. Perii... periii !!
All Peri            : ada apa pangeran yang tampan?
Pangeran         : ayahku akan mewariskan tahtanya kepadaku. Sejujurnya aku belum siap. Aku kan belum punya pendamping. Jadi siapa yang akan menemaniku waktu lagi sedih.. galau, dan....
All peri            : stop pangerann !!
Peri ngatan      : ingat ! kalau galau, tinggal beli Im3 anti galau !
Peri gossip       : gosipnya nih, pangeran tuh satu-satunya penerus raja.
Peri ngatan      : Ingat ! itu memang betul !
Pangeran         : jadi? Apa perlu gue bilang waw gitu?
All  peri           : boleh boleh boleh..
Peri ngatan      : ingat! Pangeran harus  jadi raja !
All peri            : Dadaaaaahh..

ADEGAN 2
Raja                 : bagaimana putraku? Apakah ananda sudah siap menerima tahta dari ayahanda itu?
Pangeran         : ananda akan berusaha sekuat tenaga, ayahanda
Ratu                : ananda, ingatlah bahwa kau adalah penerus tahta kerajaan ini. So, don’t worry be happy
Pangeran         : baiklah ibunda..

(peri-peri menghampiri pangeran)
All peri            : hai pangeran.. gimana kabarnya nih? Tambah cakep aja..
Peri gossip       : gosipnya nih, bakalah ada raja baru nih !
Peri ngatan      : ingat ! harus adil . ingat ! harus bijaksana . ingat ! haruuss....
Pangeran         : ya ya yaaa.. oke deh (stay cool)
Raja                 : selamat datang peri peri..
All peri            : terimakasih paduka raja..
Ratu                : kalian tampak ceria sekali hari ini..
Peri ngatan      : ingat! Pastinya dong, kan pangeran mau naik tahta
Peri gossip       : gosipnya nih, masa pangeran naik tahta . BBM kan ikutan naik juga..
Peri ngatan      : ingat ! kagak nyambung . ingat ! kagak jelas ! ingat-ingat tingting (mengedipkan mata)

BABAK II
ADEGAN 1
Raja                 : apakah ananda sudah siap?
Pangeran         : ananda belum siap ayahanda.. berikan waktu untuk ananda berpikir
(peri jahat datang tiba-tiba)
Peri jahat         : Hentikan semua!!
Pangeran         : saya kan belum siap. Jadi apa yang harus dihentikan?
Peri jahat         : oh, ya udah.
( raja dan peri jahat  meninggalkan pangeran)
 Pangeran        : apa yang harus ku lakukan? (berpikir)
(beberapa saat kemudian)
Raja                 : bagaimana putraku?
Pangeran         : ananda akan mencobanya ayah.
Raja                 : baiklah. Ayah anggap ini sebagai persetujuan.


ADEGAN 2 (keesokan harinya)
Raja                 : tuan Wor Wor..
Tn Wor Wor    : iya paduka Raja
Raja                 : aku akan memberikan tahtaku kepada putraku. Panggil seluruh penghuni istana dan segera umumkan tentang upacara penyerahan tahta
Tn Wor Wor    : baik baginda Raja
(Tn Wor Wor segera memanggil penghuni istana)
Tn Wor wor     : upacara penyerahan tahta kerajaan segera dimulai.. baginda raja dan pangeran diharapkan menaiki singgasana.
Raja                 : baiklah rakyatku. Sekarang aku akan menurunkan tahtaku kepada putra semata wayangku.
(suasana riuh dengan tepuk tangan. Tetapi, peri jahat tiba-tiba datang)
Peri jahat         : Hentikan ini semua !!
All peri            : yuuu...k!!
Peri jahat         : apa kalian yak.. yuk.. yak.. yuk?!! Namaku bukan Yayuk ! Hai Raja ! kau sudah menghinaku ! mengapa kau tidak mengundangku?!
Raja                 : maaf peri. Aku lupa mengundangmu.,
Peri jahat         : aku tidak mau TAHU ! tapi kalau tempe.. aku mau..
Peri gossip       : gosipnya niih, TAHU ada formalinnya loh..
Peri Ngatan     : ingat! Formalin itu berbahaya . Ingat ! tidak baik untuk kesehatan
Peri Jahat         : aku tidak terima penghinaan ini ! sekarang aku akan mengutukmu pangeran ! akan kubuat kau tertidur selama 100 tahun !
Peri Ngatan     : Ingat! Marah dapat menyebabkan gangguan jantung, Hipotensi, Hipertensi, dann gangguan lainnya
Peri jahat         : ya sudah deh . karena lagi big sale, aku kasih diskon 50%.. jadi 50 tahun . hahaha . dengan kekuatan dunia lain.. akan mengutukmu.. clinggg
Raja , ratu        : anakkuuuuuu !!!!
Pangeran         : ada apa, ada apa?
Peri ngatan      : ingat ! anda kurang beruntung . coba lagi !
Peri jahat         : oh maaf, salah mantra . tralala, trilili, tringg !!
Raja, ratu         : anakkuuuuu...
(pangeran tertidur)

BABAK 3
Keadaan istana sekarang sangatlah hampa . raja yang sakit, semakin parah memikirkan nasib pangeran dan rakyatnya. Lambat laun, keadaan istana semakin genting. Akhirnya, tercetuslah dari ucapan sang ratu untuk mengadakan sayembara.

ADEGAN 1
Ratu                : suamiku, aku rasa inilah jalan satu-satunya untuk keselamatan anak kita. Mengadakan sayembara untuk seluruh rakyat
Raja                 : iya istriku. Aku setuju dengan pendapatmu sayang.
Ratu                : baiklah suamiku, segeralah umumkan’
Raja                 : tentu istriku.
ADEGAN 2
Raja                 : Wor wor.. tolong umumkan kepada seluruh rakyat tentang sayembara ini. Sampaikan bahwa siapa pun yang bisa membangunkan pangeran, akan menjadi pendamping hidupnya
Tn Wor wor     : baik paduka raja
(Tn wor wor begegas mengumumkan)
Tn Wor wor     : pengumuman ! untuk seluruh rakyat negeri TANPANAMA, dibuka lowongan untuk menjadi pendamping hidup pangeran dengan syarat dapat membangunkan pangeran.
(rakyat datang berduyun duyun)

ADEGAN 3
Tn Wor Wor    : baiklah. Kita tampilkan peserta pertama. Seorang gadis dari negeri gunung bungkuk. Inilah dia.. upik Belah..
(upik belah datang melambaikan tangan layaknya seorang model)
Upik belah       : maaf Tuan raja. Saya membawa batu dari gunung bungkuk untuk membangunkan pangeran
Ratu                : silakan Upik Belah.
(upik belah membenturkan batu ke kepala pangeran)
Raja                 : cukup ! apa-apan kamu ini! Lihat kepala pangeran sudah memerah! Sekarang kamu pergii !!!
Upik Belah      : oh, oke. Terimakasih paduka raja ( kembali melambaikan tangan)
Tn Wor Wor    : selanjutnya, peserta kedua yang berasal dari negeri Arabia. Silakan masuk.
Orang arab      : assalamu’alaikum warah matullahi wabarakatuh. Ismii Fatimah azzahra al khumairah binti abdul khoiri binti ali yusro binti binti yang lainnya. Ana biasa dipanggil wanita berjilbab pembawa berkah. Allah swt berkata “innamal a’malu binniat”. Jadi, selama kita ada niat, pangeran pasti akan bisa bangun kembali. Allah swt juga berkata bahwa Ia bersama orang yang sabar. Jadi, kita harus bersabar untuk....
Ratu                : maaf, bisakah anda segera memulainya?
Orang arab      : oh, tentu saja paduka ratu. Atas izin Allah swt, buatlah pangeran bangun kembali (seraya bertasbih dan mengelilingi pangeran)
(pangeran tetap tidak terbangun. Orang arab itu menghampiri paduka raja dan ratu)
Orang arab      : maaf baginda. Ana sudah melakukan semaksimal mungkin. Tapi Allah berkehendak lain. Allah belum berkehendak sekarang untuk kesembuhan tuan pangeran. Tapi ingat! Allah swt pasti akan membangunkan pangeran pada suatu saat kelak. Tidak untuk sekarang
Raja                 : baiklah.. akan kami ingat nasehat itu
Ratu                : terimakasih, kata katamu itu takka pernah kami lupakan.
Orang arab      : sama-sama paduka. Hamba mohon diri karena akan berkelana ke suatu tempat lain.
Ratu                : baiklah, hati-hati dijalan..
Raja                 : Tn Wor Wor.. antar dia ke luar !
Tn Wor Wor    : baik paduka
(beberapa saat kemudian)
Tn Wor Wor    : baiklah, inilah peserta terakhir.. ( ragu-ragu) . dayang wisya..
(terdiam sejenak)
Tn Wor-wor    : apa kau yakin mengikuti sayembara ini?
Dayang            : iya tuan. Saya yakin.
tn Wor Wor     : hey! Kau hanya seorang dayang! Keluar kau!
Dayang            : tapi tadi tuan mengatakan siapapun boleh mengikuti sayembara ini.
Tn Wor Wor    : tidak untuk kau! Keluar sekarang!
Raja                 : ada apa ini  ribut-ribut?
Ratu                : apa yang terjadi? Mengapa dayang ini ada disini?
Tn Wor Wor    : begini paduka, dayang ini datang untuk mengikuti sayembara ini.
Dayang            : iya paduka. Izinkan hamba membangunkan pangeran.
Ratu                : lantas apa masalahnya wor wor?
Tn Wor Wor    : dia hanya dayang rendahan yang bekerja sebagai pencuci baju. Jangan sampai tangannya yang kotor mengenai tubuh pangeran
Raja                 : cukup Wor Wor ! kau tidak berhak berbicara seperti itu! Dia berhak mengikuti sayembara ini. Aku tidak mau mendengar kau berbicara seperti itu lagi!
Tn Wor Wor    : baiklah paduka. Maafkan hamba.
(dayang berusaha membangunkan pangeran)
Pangeran         : mengapa aku disini?
Ratu                : tenanglah anakku.. kau dikutuk oleh peri jahat sehingga tertidur
Pangeran         : berapa lama aku tertidur ibunda?
Ratu                : satu bulan anakku. Tapi untunglah dayang itu membantumu sehingga kamu terbangun. Dialah yang akan menjadi pendampingmu anakku.

Tiba-tiba, peri jahat datang dalam keadaan marah.
Peri jahat         : aku tidak terima! Masih lama hingga mencapai waktu yang ku tentukan!
Pangeran         : mau apa lagi kau peri jahat?
Peri jahat         : aku ingin kau musnah selamanya pangeran! Rasakan ini! *tringg
Pangeran         : (mengambil cermin mengarahkan ke tongkat peri jahat)
Peri jahat         : tidaaakkkkk!!
            Suasana kembali tenang karena peri jahat telah musnah untuk selamanya. Raja pun memberikan tahtanya kepada pangeran. Akhirnya, pangeran dan dayang wisya pun hidup bahagia. Rakyat yang di pimpinnya pun makmur. SEKIAN