Sejarah Bahasa Indonesia

, 0 Comments

Berbicara tentang sastra, tentunya yang paling mendasari kita membuat sebuah karya sastra adalah bahasa. ya, bahasa negara kita, Bahasa Indonesia. Walau bahasa Indonesia banyak macamnya, mulai dari bahasa kaku, formal, gaul, dan yang kita gunakan yaitu bahasa sastra , tetap saja kita perlu mengetahui darimana asal muasal bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu yang menyebar ke berbagai tempat di Nusantara berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka  yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itu berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang.
Pada abad ke 7, 15, hingga abad ke 20 masehi, kata demi kata yang diserap dari beberapa negara mulai masuk per periodenya. Bahasa yang awalnya hanya digunakan di kawasan kerajaan, mulai digunakan meluas oleh rakyat rakyat melalui pedagang dari kerajaan sriwijaya dan kerajaan melayu.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standarisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
 Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Pada tanggal 18 Agustus 1916, R.M. Soerjadi Soerjaningrat(Ki Hajar Dewantara) menyampaikan usul untuk menjadikan bahasa melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia. Usul itu disampaikan melalui makalah beliau dalam Kongres Pengajaran Kolonial di Den Haag, Belanda. Beliau menganggap bahasa melayu yang telah menjadi bahasa pengantar pendidikan ini perkembangannya pesat, dan paling banyak dipahami setelah bahasa daerah.
Pada Kongres I Pemuda Indonesia, 2 Mei 1926 di Jakarta, Muh. Yamin mengusulkan nama bahasa Melayu dan M. Tabrani mengusulkan nama bahasa Indonesia sebagai nama baru bahasa Melayu sejalan dengan nama negara yang sedang diperjuangkan kemerdekaannya dan diyakini pasti akan terbentuk kelak. Alhasil, Kongres I Pemuda Indonesia secara aklamasi menerima nama bahasa Indonesia.
Selanjutnya, pada tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
Pada kongres II sumpah pemuda (28 Oktober 1928), dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pasca  kemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri (bahasa jawa) namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau. Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan,. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan golongan mayoritas di Republik Indonesia dan bahasa jawa lebih rumit daripada bahasa melayu riau.
Perkembangan bahasa Indonesia belum berakhir sampai di kongres pemuda II. Pada tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Dan tanggal 18 Agustus 1945, ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Setelah diresmikan, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Ejaan Van Ophuijsen beralih ke ejaan republik (19 Maret 1947). 25 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Dalam bulan dan tahun yang sama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum EYD dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia).
Pada Kongres Bahasa Indonesia IV (21-26 November 1983) disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. Pada kongres V Bahasa Indonesia, dipersembahkan karya besar yaitu kamus Besar bahasa Indonesia dan tata Bahasa Baku bahasa Indonesia yang didatangi pakar bahasa Indonesia dan negara sahabat. Pada kongres VI, kongres mengusulkan disusunnya UU Bahasa Indonesia. Dan kongres ke VII mengusulkan dibentuknya badan pertimbangan bahasa.
Setelah adanya ejaan yang disempurnakan (EYD), kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), tata bahasa baku bahasa Indonesia, maka bahasa Indonesia bisa berkembang seperti yang digunakan saat ini. Hanya saja, penggunaannya jarang digunakan kecuali dalam pertemuan ataupun kegiatan formal. Masyarakat Indonesia lebih sering menggunakan bahasa daerah masing masing, ataupun bahasa baru yang bukan bahasa daerah, tetapi juga bukan bahasa Indonesia yang baku.
Penggunaan bahasa saat ini lebih kepada agar lawan bicara mengerti maksud dari perkataan. Tidak peduli sesuai bahasa Indonesia yang baik dan benar, ataupun hanya bahasa yang dibuat buat sendiri. Dengan seperti itu, dikhawatirkan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia akan berkurang. Padahal, sejarah dari bahasa Indonesia dan perjuangan orang orang yang berperan dalam perkembangan bahasa Indonesia sangat sulit dan panjang

DAFTAR PUSTAKA

http://sherlyvhandayani.blogspot.com/2013/10/perkembangan-bahasa-indonesia-saat-ini.html

LC21

Leave comments for question, critics, or advice

0 komentar:

Pertanyaan, kritik, saran, silakan :)